Cara Membuat Kain Tenun Rangrang
Pertama, cara sederhana. Cara yang disebut paling mudah ini menghasilkan kain dengan motif polos, garis-garis lurik, atau kotak-kotak. Penghasil utama kain jenis lurik adalah daerah Jawa, khususnya Klaten Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kedua, cara pakan atau lungsi yang juga dikenal dengan cara songket. Pakan merupakan benang yang digunakan untuk menenun dengan posisi mendatar horizontal. Sebaliknya, benang yang dipasang pada alat kain tenun rangrang secara vertikal dikenal dengan sebutan lungsi. Cara songket membutuhkan waktu pembuatan yang lama karena benang pakan "dianyam" diantara benang lungsi untuk membuat corak kain. Daerah yang dikenal sebagai penghasil songket adalah pulau Sumatra yang mempunyai ciri khas warna mengkilap hasil dari benang emas atau perak yang digunakan.
Daerah lainnya adalah Bali yang cenderung menggunakan katun dan sutra sebagai bahan baku. Ketiga, cara tenun rangrang ikat. Menurut Kami, tenun rangrang ikat dibuat dengan cara mengikat benang sesuai corak yang kemudian dicelup ke cairan pewarna. Setelah kering, ikatan pada benang dilepas dan ditenun rangrang menjadi kain. Hasilnya, kain tenun rangrang memiliki corak dan warna berbeda. Di wilayah Barat Indonesia seperti Sumatra dan Jawa, benang yang diikat biasanya benang pakan. Caranya dikenal dengan nama ikat pakan. Sebaliknya hampir semua daerah penghasil tenun rangrang di wilayah Timur Indonesia menggunakan cara ikat lungsi. Perkecualian daerah Sulawesi seperti Donggala yang lazim menggunakan ikat pakan.
Cara ikat yang disebut-sebut paling sulit adalah cara dobel ikat. Dengan cara ini, benang lungsi dan benang pakan keduanya diikat dan dicelup warna untuk memberi corak. Sewaktu ditenun rangrang, posisi corak benang pakan dan benang lungsi mesti tepat agar corak yang dikehendaki dapat terlihat. Menurut Kami, di dunia hanya ada tiga negara yang mampu membuat tenun rangrang cara dobel ikat, India, Jepang, dan Indonesia. Di Indonesia, dobel ikat dihasilkan oleh pengrajin daerah Tenganan, Bali. Ketiga cara dasar itu dapat pula digabungkan seperti penggunaan cara songket dan tenun rangrang ikat secara bersama dalam pembuatan kain Limar di palembang atau Cual di Bangka Belitung. Sedangkan gabungan cara tenin sederhana dengan sulam tangan menghasilkan kain Tapis di daerah Lampung.
Daerah lainnya adalah Bali yang cenderung menggunakan katun dan sutra sebagai bahan baku. Ketiga, cara tenun rangrang ikat. Menurut Kami, tenun rangrang ikat dibuat dengan cara mengikat benang sesuai corak yang kemudian dicelup ke cairan pewarna. Setelah kering, ikatan pada benang dilepas dan ditenun rangrang menjadi kain. Hasilnya, kain tenun rangrang memiliki corak dan warna berbeda. Di wilayah Barat Indonesia seperti Sumatra dan Jawa, benang yang diikat biasanya benang pakan. Caranya dikenal dengan nama ikat pakan. Sebaliknya hampir semua daerah penghasil tenun rangrang di wilayah Timur Indonesia menggunakan cara ikat lungsi. Perkecualian daerah Sulawesi seperti Donggala yang lazim menggunakan ikat pakan.
Cara ikat yang disebut-sebut paling sulit adalah cara dobel ikat. Dengan cara ini, benang lungsi dan benang pakan keduanya diikat dan dicelup warna untuk memberi corak. Sewaktu ditenun rangrang, posisi corak benang pakan dan benang lungsi mesti tepat agar corak yang dikehendaki dapat terlihat. Menurut Kami, di dunia hanya ada tiga negara yang mampu membuat tenun rangrang cara dobel ikat, India, Jepang, dan Indonesia. Di Indonesia, dobel ikat dihasilkan oleh pengrajin daerah Tenganan, Bali. Ketiga cara dasar itu dapat pula digabungkan seperti penggunaan cara songket dan tenun rangrang ikat secara bersama dalam pembuatan kain Limar di palembang atau Cual di Bangka Belitung. Sedangkan gabungan cara tenin sederhana dengan sulam tangan menghasilkan kain Tapis di daerah Lampung.